Ketika Kuasa Diperlihatkan di Depan Rakyat: Arogansi Kapolsek Mallusetasi Cemari Wibawa Kepolisian

Notifedia.com, Barru – Kunjungan lapangan yang sejatinya untuk menampung aspirasi warga terdampak tambang galian C di Kelurahan Mallawa, Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru, berubah tegang setelah Kapolsek Mallusetasi, AKP Iriansyah, menunjukkan sikap arogan di hadapan masyarakat dan awak media.

Insiden ini terjadi saat rombongan gabungan pemerintah daerah, DPRD Barru, aparat TNI-Polri, dan masyarakat meninjau langsung lokasi tambang milik PT Rekhabila Utama di kawasan Padangpoko, Kamis (16/10/2025).

Dalam peninjauan itu hadir Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Barru, Camat Mallusetasi, Lurah Mallawa, serta dua anggota DPRD Barru, Rusdi Cara dan Rudi Hartono.

Turut hadir Danramil Mallusetasi Letda Andi Pallawagau, aparat kepolisian, serta puluhan warga yang sejak lama mengeluhkan dampak aktivitas tambang tersebut.

Salah satu warga, Rusding, mengungkapkan keresahan mendalam warga akibat tambang yang telah beroperasi selama tujuh tahun lebih itu. Menurutnya, tambang tersebut menyebabkan banjir, lumpur, serta kerusakan kuburan yang sudah berlangsung lama.

“Harapan kami aktivitas tambang dihentikan. Dampaknya luar biasa banjir, kuburan hancur, bahkan mata air bisa hilang kalau dibiarkan. Kami sudah demo sampai enam kali, tapi belum ada hasil,” kata Rusding dengan nada kesal.

Ia menambahkan, setiap kali hujan turun, genangan air bercampur lumpur menutupi Jalan Trans Sulawesi di depan lokasi tambang.

Ketegangan meningkat ketika Rusding menyuarakan keluhan di depan aparat. Alih-alih menenangkan suasana, Kapolsek Mallusetasi AKP Iriansyah justru bereaksi keras dan memperlihatkan sikap tidak pantas di hadapan masyarakat.

Beberapa awak media yang sedang meliput kejadian itu juga turut mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari sang Kapolsek.

“Hei, jangan ambil gambar bos, kau siapa?” ujar AKP Iriansyah dengan nada tinggi kepada wartawan yang sedang merekam situasi.

Ketika jurnalis menjawab bahwa dirinya dari media, Kapolsek malah menimpali, “Mana kartu medianya? Surat perintahnya mana? Tidak usah ambil gambar yah. Oke, tidak usah kita berdebat masalah itu.”

Kapolsek bahkan menyinggung soal Undang-Undang ITE dengan mengatakan bahwa dirinya berhak keberatan bila direkam.

Salah satu wartawan, Risal dari CNN, langsung menimpali, “Kami juga diatur Undang-Undang, Pak!”

Perlakuan tersebut dinilai mencoreng citra kepolisian di tengah upaya aparat membangun kepercayaan publik.

Beberapa warga yang hadir turut menyayangkan sikap arogan Kapolsek yang seharusnya hadir menenangkan, bukan memancing emosi masyarakat dan membatasi kerja jurnalis.

Menanggapi polemik di lapangan, Anggota DPRD Kabupaten Barru, Rusdi Cara, menjelaskan bahwa peninjauan ini merupakan tindak lanjut atas surat aduan masyarakat sekitar tambang yang merasa terdampak.

“Kami hadir untuk meninjau langsung kondisi di lapangan. Saat ini kami belum bisa menyimpulkan. Selanjutnya kami akan melakukan rapat dengar pendapat dengan semua pihak, baik perusahaan maupun masyarakat,” kata Rusdi Cara di lokasi tambang.

Ia menegaskan bahwa segala kemungkinan masih terbuka, termasuk opsi penutupan tambang galian C jika hasil analisis menunjukkan dampak lingkungan yang berat.

“Kalau memang terbukti merusak dan membahayakan masyarakat, tentu pemerintah harus mengambil langkah tegas. Semua kemungkinan bisa terjadi,” pungkasnya.

Sikap aparat penegak hukum seharusnya mencerminkan keteladanan dan profesionalitas, terutama di hadapan publik.

Perilaku arogan terhadap warga maupun jurnalis justru merusak citra institusi dan mengaburkan substansi persoalan utama yaitu penderitaan warga akibat dampak lingkungan tambang galian C yang tak kunjung terselesaikan.