Notifedia.com, Parepare – Suasana hangat namun penuh dinamika mewarnai pelaksanaan reses Ketua DPRD Kota Parepare, Kaharuddin Kadir, yang digelar di Kedai OK, Sabtu malam (25/5/2025). Dalam reses yang memasuki sesi ketiga ini, Kaharuddin di dampingi tenaga ahli DPRD dan mengundang berbagai elemen masyarakat, termasuk komunitas Fokus, tokoh pemuda, dan warga yang antusias menyampaikan keluhan, kritik, hingga usulan konstruktif mengenai jalannya pemerintahan Kota Parepare.

Acara dimulai dengan sambutan dari Kaharuddin Kadir yang menegaskan pentingnya forum reses sebagai sarana aspiratif dalam demokrasi. Ia menyebut bahwa sesi pertama dan kedua telah dilaksanakan bersama beberapa lembaga dan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Parepare, dengan mengangkat tema Parenting 4.0 yang relevan dengan tantangan pola asuh anak di era digital.
Kehadiran dua tenaga ahli DPRD, yakni M. Rahmat Syamsu Alam dan Iqbal Chalik, turut memperkuat kualitas diskusi. “Kapasitas mereka tidak perlu diragukan. Kami hadirkan karena malam ini kita ingin mendengar masukan yang original dari masyarakat,” tegas Kaharuddin.
Ia juga menyampaikan bahwa DPRD tengah memproses hasil efisiensi dari pemerintah daerah yang akan segera dibawa ke rapat pimpinan dan Bamus untuk ditindaklanjuti, termasuk pembahasan pertanggungjawaban APBD 2024 serta perubahan APBD 2025.
Sesi tanya jawab berlangsung alot dan penuh substansi. Berikut beberapa poin penting yang mengemuka dari warga:
Seorang warga meminta agar pemerintah dan DPRD menambah kursi pelayanan di fasilitas publik. Ia juga menyoroti ketimpangan pembayaran pajak antara rumah kos dan rumah warisan warga biasa, di mana beban pajak tidak proporsional dan dinilai merugikan warga kecil.
Penertiban PKL yang tidak merata menjadi sorotan. Ada pedagang yang patuh namun kehilangan penghasilan, sementara yang tidak patuh tidak ditindak. Penggunaan trotoar sebagai tempat parkir juga dikritisi karena mengganggu pejalan kaki.
Kritik tajam diarahkan pada mekanisme input usulan masyarakat di SIPD yang tidak transparan dan cenderung dimonopoli operator kelurahan. Hal ini membuat banyak aspirasi masyarakat tidak pernah terakomodir, bahkan selama tiga tahun terakhir.
Fokus reses juga diarahkan pada besarnya porsi belanja pegawai dalam APBD. Warga meminta agar DPRD fokus melakukan bedah APBD agar lebih sesuai dengan misi pembangunan kota dan RPJMD.
Beberapa warga mengeluhkan menurunnya frekuensi pengangkutan sampah dari dua hari sekali menjadi hanya dua kali seminggu. Selain itu, kontainer sampah di Jalan Takkalao dinilai sudah tidak layak dan mengganggu kebersihan lingkungan.
Warga berharap DPRD turut melakukan pengawasan terhadap profesionalisme ASN dan kinerja BUMD. Jika kinerjanya buruk, perlu dievaluasi tegas, bukan berdasarkan suka atau tidak suka.
Salah satu keluhan menarik datang dari warga yang menganggap Kota Parepare terlalu longgar dalam memberikan status kependudukan kepada pendatang. Hal ini berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan dan membebani fasilitas sosial seperti BPJS dan bantuan pangan.
Warga meminta agar DPRD menginisiasi regulasi terkait polusi suara yang timbul dari kegiatan masyarakat dan hiburan malam yang mengganggu ketenangan warga, khususnya lansia dan anak-anak.
Sejumlah warga mengeluhkan banyaknya jalan berlubang, khususnya di daerah Pelabuhan Lontange yang merupakan akses penting kegiatan ekonomi.
Menanggapi beragam masukan tersebut, Kaharuddin Kadir menyampaikan apresiasi dan komitmennya untuk menindaklanjuti setiap aspirasi yang disampaikan. “Inilah fungsi demokrasi yang sehat. Ketika masyarakat masih aktif menyampaikan kritik dan aspirasi, itu tandanya Parepare tidak sedang sekarat,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa DPRD siap mengawal setiap poin yang relevan dengan fungsi pengawasan, penganggaran, dan legislasi. “Kami tidak ingin menjadi menara gading yang jauh dari rakyat. Semua masukan malam ini akan kami bawa ke forum resmi DPRD,” tegasnya.
Reses di Kedai OK ini bukan sekadar seremonial, tetapi menjadi ajang nyata partisipasi publik. Parepare menunjukkan wajah demokrasi lokal yang hidup, di mana ruang diskusi terbuka dan kritik tidak dibungkam. Harapannya, suara-suara warga ini tidak hanya berhenti di forum, tetapi bertransformasi menjadi kebijakan konkret yang menyentuh kehidupan masyarakat.