Notifedia.com, Parepare — Ketua DPRD Kota Parepare, Kaharuddin Kadir, bersama sejumlah Anggota Komisi III DPRD Parepare meninjau langsung tiga lokasi proyek pembangunan toilet sekolah di antaranya SD Neg 3, SD Neg 9 dan SLTP Neg 10 yang mana belakangan ramai menjadi sorotan publik akibat nilai anggarannya yang dinilai tinggi di tengah kebijakan efisiensi anggaran daerah. Rabu, (12/11/25).

Kunjungan lapangan tersebut dilakukan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek infrastruktur pendidikan yang dibiayai oleh APBD Kota Parepare tahun berjalan.

Anggota Komisi III DPRD Parepare, Rudi Najamuddin, mengungkapkan bahwa dari hasil pemantauan di lapangan, pihaknya menemukan beberapa kejanggalan antara spesifikasi fisik bangunan dan besaran anggaran yang dialokasikan.
“Kami melihat ada polemik di lapangan, makanya Komisi III turun langsung. Setelah pemeriksaan, memang ada sedikit kejanggalan yang kami temukan. Kami berharap SKPD terkait bisa memperbaiki sistem yang ada sekarang ini,” ujar Rudi di sela kunjungan.
Ia mencontohkan adanya perbedaan ukuran bangunan toilet antara SD Negeri 3 dan SD Negeri 9 Parepare, sementara nilai anggaran keduanya relatif sama.
“Antara SD 3 dengan SD 9, anggarannya selisih cuma sekitar Rp300 ribu, tapi ukuran bangunannya berbeda. Satu 4×5 meter, satunya 4×7 meter. Nah, masa beda dua meter hanya selisih tiga ratus ribu? Ini yang kami pertanyakan,” jelas Rudi.
Meski demikian, Rudi menegaskan bahwa proyek pembangunan toilet sekolah tetap harus dilanjutkan karena menyangkut kebutuhan dasar siswa di sekolah.
“Jangan dihentikan karena ini sangat dibutuhkan anak-anak kita. Tapi setelah selesai, harus dilakukan opname ulang. Kalau anggarannya Rp166 juta, tapi hasil perhitungan real hanya Rp120 atau Rp150 juta, ya itu saja yang dibayar. Supaya tidak ada kerugian keuangan negara,” tegasnya.
Rudi juga mengingatkan agar pengawasan dan sistem perencanaan diperbaiki agar polemik serupa tidak kembali terjadi.
Menanggapi polemik tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Kota Parepare, Makmur, memberikan klarifikasi usai menghadiri penandatanganan Nota Kesepakatan KUA-PPAS APBD 2026 di kantor DPRD.
Makmur menjelaskan bahwa nilai anggaran pembangunan toilet sekolah tidak ditentukan langsung oleh pihak Dinas Pendidikan, melainkan berdasarkan hasil perencanaan konsultan yang mengacu pada Standar Satuan Harga (SSH) Pemerintah Kota Parepare.

“Yang menetapkan RAB itu bukan dari kami, tapi konsultan perencana. Mereka menyusun berdasarkan SSH pemerintah kota, itu yang jadi acuan sehingga muncul nominal seperti sekarang,” jelas Makmur.
Ia juga membenarkan bahwa terdapat perbedaan nilai antara pembangunan toilet yang dibiayai melalui mekanisme swakelola dan yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU), meskipun dengan ukuran dan model bangunan yang hampir sama.
“Itu bisa saja terjadi karena SSH berubah setiap tahun. Mungkin SSH tahun ini berbeda dengan tahun kemarin, sehingga berpengaruh pada nilai anggarannya,” tambahnya.
Lebih lanjut, Makmur menyebutkan bahwa total proyek pembangunan toilet sekolah yang tengah berjalan mencakup sekitar 21 unit sekolah, terdiri dari 13 SD dan 8 SMP di wilayah Kota Parepare.
Ia menegaskan, program ini merupakan tindak lanjut dari edaran nasional untuk mendukung ketersediaan sarana sanitasi yang layak di sekolah, khususnya dalam menunjang pelaksanaan program Merdeka Belajar (MBG).
“Ini memang kebutuhan mendesak. Pembangunan WC sekolah menjadi bagian dari fasilitas pendukung untuk kelancaran kegiatan belajar mengajar yang sehat dan nyaman,” tutupnya.
Polemik anggaran pembangunan toilet sekolah di Parepare menjadi perhatian publik karena dianggap tidak sebanding antara nilai proyek dan kondisi fisik di lapangan.
DPRD berkomitmen melakukan pengawasan agar setiap rupiah anggaran publik digunakan secara efektif, sementara Dinas Pendidikan menegaskan semua perhitungan mengikuti standar resmi pemerintah.

