Parepare – Ratusan aktivis perempuan menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Pengadilan Negeri Kota Parepare pada Jumat (31/5/24). Mereka memprotes keputusan pengadilan yang membebaskan terdakwa dalam kasus pencabulan anak di bawah umur.
Para demonstran membawa spanduk dan poster yang mengecam keputusan tersebut, menuntut keadilan bagi korban dan perlindungan lebih terhadap anak-anak. “Kami tidak akan diam ketika keadilan tidak ditegakkan,” ujar salah satu aktivis, Dina, dalam orasinya. “Anak-anak kita harus dilindungi, bukan diabaikan.”
Para demonstran menuntut agar kasus ini ditinjau kembali dan meminta adanya reformasi hukum yang lebih ketat terkait perlindungan anak. Mereka juga menyerukan pentingnya peningkatan kesadaran publik terhadap isu kekerasan seksual terhadap anak.
Mahasiswa, Pendamping paralegal dan perwakilan organisasi non-pemerintah turut hadir dalam aksi ini, menunjukkan solidaritas dan dukungan terhadap para aktivis. “Kami berdiri di sini bersama para ibu, saudari, dan anak-anak yang menjadi korban ketidakadilan,” kata Ibrahim, mahasiswa saat memberikan orasinya.
Kehadiran ratusan demonstran yang menuntut keadilan ini menunjukkan betapa besarnya perhatian masyarakat terhadap kasus ini.
Ketua Pengadilan Negeri Kota Parepare, Andi Musyafir, saat menemui para demonstran menyampaikan tidak akan mejelaskan lebih jauh atau mendetail karena itu adalah sebuah pendapat seorang majelis hakim yang tidak boleh di interfensi oleh seorang pimpinan.
“Itu adalah hukum, jadi izinkan majelis hakimnya untuk di nilai putusannya apakah dia sependapat dengan tingkat yang di atas. Percayakan lah pengadilan negeri parepare bahwa tidak seperti apa yang kalian duga tuduhkan atau ada yang di katakan konspirasi.” Ujarnya.
Andi Musafir mengajak perwakilan demonstran untuk masuk ke dalam pengadilan negeri setelah para demonstran meminta untuk di pertemukan dengan ke tiga hakim yang memimpin sidang tersebut.
Di tambahkan oleh jubir pengadilan negeri parepare, Bonita Pratiwi Putri bahwa kondisi saat pertemuan di ruang sidang bersama dengan perwakilan demonstran dan perwakilan hakim itu terjadi alot, di mana para demonstran meminta untuk memghadirkan ke tiga hakim bukan dengan satu perwakilan hakim.
“Namun perwakilan hakim menjelaskan ke perwakilan demonstran dan bisa di terima sehingga pertemuan bisa berjalan dengan durasi waktu yang cukup lama, sekitar tiga jam lebih.” Ujarnya.
Jubir menambahkan bahwa keputusan majelis hakim memberikan vonis bebas terdakwa itu di karenakan berdasarkan keterangan saksi-saksi di persidangan maupun alat bukti yang lain menyatakan bahwa terdakwa ini mempunyai alibi “ada keterangan saksi yang mendukung bahwa pada saat kejadian terdakwa tidak berada di lokasi atau tempat perkara.” Jelasnya.
Terkait dengan dugaan adanya perubahan BAP Bonita menjelaskan bahwa untuk berita acara penyidik tidak bisa di jadikan satu patokan buat majelis hakim, memang betul berita acara penyidik itu merupakan suatu surat yang perlu di pertimbangkan oleh majelis hakim.
“Namun apabila disandingkan dengan berita acara persidangan itu dia tidak memiliki kekuatan.” Lanjutnya.
Sedangkan terkait dengan kata-kata PH (Pendamping Hukum) dari korban yang tidak bisa menerima pernyataan salah satu hakim yang katanya hakim menyebut bahwa korban berhalusinasi. Bonita mejelaskan bahwa jelas sekali perwakilan hakim tadi itu menjelaskan bahwa di dalam putusan itu tidak ada sama sekali kata yang menyebut halusinasi itu bisa di cek nantinya putusannya. Tutupnya.