Komisi I DPRD Parepare Gelar RDP Bersama GAMAT RI, Bahas Legalitas Reklamasi dan Penerbitan SHM Lokasi H. Ibrahim Mukti

Notifedia.com, Parepare – Komisi I DPRD Kota Parepare menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Lembaga GAMAT RI untuk membahas polemik legalitas reklamasi dan proses penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan Cempae, Kelurahan Wattang Soreang, Kecamatan Soreang, yang berlangsung di Ruang Banggar DPRD Kota Parepare, Rabu (24/4/2025).

Pertemuan ini secara khusus menyoroti kepemilikan lahan oleh H. Ibrahim Mukti yang saat ini telah dibangun secara permanen dan mencakup fasilitas olahraga seperti lapangan Sport Mini Soccer, Badminton, Rumah mewah.

Ketua Komisi I DPRD Kota Parepare, Kamaluddin Kadir, memimpin langsung jalannya RDP yang di dampingi oleh Anggota DPRD, Kadarusaman Mangurusi, Namri Nasir, Ahmad Zulfikar Zuhdi, turut dihadiri juga Ketua DPRD Kaharuddin Kadir sebagai kordinator, Tenaga Ahli DPRD serta perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Pekerjaan Umum, Bidang Aset Daerah, serta tokoh masyarakat dan Ketua RT setempat.

Kamaluddin Kadir mengungkapkan bahwa lokasi tersebut pada awalnya adalah laut yang direklamasi secara bertahap sejak 2013 dan mulai ditimbun secara pribadi pada 2014, hingga kemudian terbit tiga Sertifikat Alas Atas (SAA) pada 2015 dengan total luas 6.435 meter persegi.

“Jika melihat riwayatnya, tanah itu adalah hasil reklamasi laut yang dilakukan oleh perorangan, bukan pemerintah. Maka menjadi penting untuk menelusuri legalitas penerbitan sertifikat di atas tanah negara,” tegas Kamaluddin.

Ketua GAMAT RI Andi Ece Mappasere dalam pemaparannya menyampaikan keraguan terhadap proses percepatan penerbitan sertifikat atas nama Hj. Fatimah Ibrahim. Ia menyoroti ketidaksesuaian antara status lahan yang pada 2013 masih berupa laut, namun hanya berselang dua tahun kemudian sudah terbit sertifikat hak milik.

“Kami temukan tiga SHM yang diterbitkan atas nama Fatimah Ibrahim. Masing-masing: SHM No. 2233, No. 2882, dan No. 2513. Prosedur dan kecepatan penerbitannya sangat janggal, apalagi warga lain yang mengurus sertifikat di kawasan tersebut justru mengalami kesulitan,” ungkap Rusdianto Sudirman selaku Bidang Hukum dan legal.

Lanjut Rusdianto juga mempertanyakan legitimasi surat penguasaan lahan yang dikeluarkan oleh oknum pejabat sementara (PLT) lurah dan camat. Menurut mereka, PLT tidak memiliki kewenangan menerbitkan dokumen penguasaan tanah, sehingga menjadi cacat prosedur.

Kepala BPN Parepare Ridwan Jali Nurcahyo menjelaskan bahwa penerbitan sertifikat dilakukan berdasarkan prosedur layanan SK pemberian hak. Ia memaparkan kronologi dan dokumen pendukung atas nama Hj. Fatimah Ibrahim, termasuk proses pemisahan dari SHM induk dan catatan peralihan hak.

“Dari overlay peta dan citra udara, lokasi SHM memang sesuai dengan dokumen, namun memang perlu ada peninjauan ulang jika terdapat potensi pelanggaran administrasi atau hukum,” kata Kepala BPN.

Sementara itu, dari sisi Bidang Aset Daerah, diketahui bahwa pemerintah kota pernah melakukan reklamasi pada 2005 seluas 13,5 hektare untuk membangun akses ke pelabuhan kontainer. Namun, luasan tersebut tidak pernah dicatatkan secara utuh sebagai aset tetap Pemkot.

“Sayangnya, saat reklamasi dilakukan, tidak diikuti pengamanan aset secara fisik, administratif, maupun hukum. Inilah celah yang kemudian dimanfaatkan pihak-pihak tertentu,” ungkap perwakilan Aset Daerah.

Menindaklanjuti temuan tersebut, Inspektorat Kota Parepare telah melakukan review dan merekomendasikan pembentukan tim serta penyusunan laporan kegiatan reklamasi. Hasil laporan itu nantinya akan menjadi dasar bagi BPK untuk menentukan apakah dapat dilakukan koreksi pencatatan aset dari 13,5 hektare menjadi luasan yang sah.

“Kami menunggu laporan akhir dari Dinas PU. Jika sudah rampung, akan kami konsultasikan ke BPK untuk menentukan langkah koreksi aset secara resmi,” jelas pihak Aset Daerah.

Di akhir rapat, Komisi I menegaskan akan terus mengawal proses ini agar tidak terjadi penguasaan ilegal atas aset negara. Komisi juga meminta seluruh pihak terkait untuk terbuka dalam memberikan data dan bersedia dilakukan audit menyeluruh.

“Isu ini bukan hanya soal individu, tapi menyangkut kepentingan publik dan pengelolaan aset negara. Kita harus menjamin prosesnya berjalan transparan dan sesuai aturan hukum,” tutup Kamaluddin Kadir.